Rabu, 05 Oktober 2016

DI BANDUNG SEBANYAK 13 BANGUNAN TAK MILIKI IMB (IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN)

Sebanyak 13 bangunan bertingkat di Kota Bandung disinyalir tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau tidak sesuai izin yang dikeluarkan.
Dari sebanyak itu, bangunan baru rumah sakit ternama di Kota Bandung diduga tidak memiliki izin, kemudian beberapa hotel disinyalir menyalahgunakan izin, seperti seharusnya empat tingkat malah dibangun tujuh tingkat dan semi basement.
Data yang mencantumkan beberapa lokasi yang diduga melanggar aturan itu, beredar di kalangan wartawan sejak akhir pekan lalu. Berdasarkan data, kebanyakan bangunan yang melanggar yaitu hotel.
Setidaknya ada 13 bangunan yang diduga menyalahi. Dari jumlah tersebut, 6 di antaranya adalah hotel. Sisanya yaitu pusat perbelanjaan (1), perkantoran (2), rumah sakit serta poliklinik (2) dan perguruan tinggi (1). Bahkan salah satu dari 13 tersebut bangunan baru kantor partai politik pun disinyalir tidak ada izinnya.
Akan tetapi, dinas terkait tampak belum bisa melakukan tindakan riil di lapangan. Masalahnya, saat ini pihak Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung tengah menunggu Perwal sebagai dasar hukum terkait sanksi.
Perwal itu berkaitan dengan keputusan pemisahan raperwal sanksi terhadap bangunan yang sudah dibangun dengan diskresi terhadap bangunan yang belum dibangun.

Berdasarkan data tersebut contoh bangunan yang dipersoalkan yakni bangunan Pullman Hotel & Convention Hall, di Jln. Ciponegoro, Kel. Citarum, Kec. Bandung Wetan.






Kondisi di lapangan, pembangunannya diduga tak sesuai dengan IMB. Dalam IMB, hotel itu harusnya memiliki 14 lantai dan 1 basement tapi prakteknya dibangun 14 lantai dan 2 basement.



Contoh lainnya yakni pembangunan gedung Infomedia (PT Telkom) di Jln. Terusan Buahbatu No 33. Bangunannya selesai dibangun 10 lantai tanpa IMB. Saat ini, di lokasi sudah dilakukan penyegelan dan sedang disiapkan perintah membongkar.




Kasus lainnya yaitu pembangunan Hotel Harper di Jln. Dr. Djunjunan. Hotel itu dibangun tidak sesuai IMB. Dalam IMB, disebutkan harus dibangun 4 lantai. Namun kenyataan, dibangun 2 masa bangunan, yaitu 9 lantai ditambah semi basement, basement dan lantai 7 plus semi basement.




Hotel lain yang diinilai bermasalah yaitu Noor Hotel di Jln. Madura. Hotel itu dibangun tidak sesuai dengan IMB. Ketinggian dalam IMB harusnya 4 lantai tapi dibangun 6-7 lantai. Pembangunan hotel itu memiliki IMB dengan No 503.648.I/2749/BPPT Tahun 2013.







Kemudian pembangunan Gedung Fiksi tahap 2 dan 3 di Jalan Gatot Subroto, juga dinilai bermasalah, sudah 2 kali dilayangkan panggilan dari Distarcip namun tidak dipenuhi.





Menyikapi hal itu, anggota Komisi A DPRD Kota Bandung ade fahruroji mengatakan
"Sanksi bisa berbentuk sesuai perda. Kalau perda nyatakan pembongkaran, berarti harus (dilakukan) pembongkaran. Tapi kalau pembongkaran itu, sebenarnya sangat merugian bagi pengusaha. Harus dicari apa yang menyebabkan pelanggaran terjadi," tutur Ade.
Ade menyoroti penyebab itu. Menurutnya, harus ditelusuri apa yang kemudian menyebabkan pengusaha melakukan pelanggaran. Ia mencoba berprasangka baik, bahwa pengusaha ingin investasi di Kota Bandung dan tidak melakukan pelanggaran sehingga berbuah kerugian.
"Itu kontradiktif, ketika akan usaha tapi pada sisi lain menempatkan posisi pada resiko pada pembongkaran. Kita ambil contoh kasus Hotel Planet dulu. Itu 'kan merugikan bagi pelaku usaha dan membuang energi Pemkot. Dan itu menjadi preseden buruk," tutur Ade.
Ditanya apakah kemungkinan adanya beking dalam persoalan itu, Ade mengaku miris jika memang ada. Namun ia menilai, masalah terjadi karena adanya berbelitnya proses birokrasi.
"Pengurusan izin di Bandung itu sulit dan lama. Banyak yang mengadu, bahkan sampai ada yang 1-2 tahun mengurus izin. Nah ketika kesulitan menembus yang resmi, mereka (pengusaha) kemudian mencoba bantuan oknum-oknum. Tapi biasanya yang membantu ini tidak lebih baik dan tidak bisa mendorong proses lebih cepat. Jadinya pengusaha rugi dua kali, lama waktu dan biaya jadi mahal," kata Ade.
Ketua LSM Monitoring Community, Kandar Karnawan menilai, sikap Pemkot Bandung masih lemah dalam pengawasan dan pengendalian izin pembangunan. Hal itu terbukti dengan berlanjutnya aktifitas pembangunan di beberapa titik yang belum memiliki IMB dan melanggar perizinan jumlah lantai dan basement.
"Yang lebih parah lagi, berstatus disegel oleh Distarcip tapi kenyataannya dibuka kembali berdasarkan perintah oknum pejabat," kata pria yang akrab disapa Aan itu.
Melihat kondisi yang terjadi, Aan pun mengingatkan kepada Wali Kota Bandung agar segera mengevaluasi kinerja di lingkungan Distarcip. Jika hal itu diabaikan dan kemudian terus menjadi pembiaran, lanjut Aan, maka dikhawatirkan bisa mengarah pada pelanggaran hukum.
"Jika kami diizinkan dan disertakan dalam menggali informasi pelanggaran, maka kami akan merasa senang sekali," kata Aan.
Ia menegaskan, banyaknya pelanggaran yang terjadi itu sebenarnya bisa langsung ditindak. Dengan kata lain, tak harus menunggu Perwal. "Penindakan cukup berdasarkan Perda asalkan Satpol PP berani bertindak berdasarkan perintah Wali Kota," tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Distarcip Kota Bandung, Tono Rusdiantono membantah data yang beredar merupakan data dari dinasnya. Meski demikian, ia menyebut pihaknya memang tengah mengawasi pembangunan-pembangunan yang bermasalah, yang tak sesuai IMB dan bahkan yang tak memiliki IMB.
Terkait dengan adanya revisi Perwal tentang sanksi, Tono membenarkan. Perwal itu kini tengah dibahas dan diupayakan akan rampung sebelum akhir Desember 2015. Perwal itu merupakan petunjuk teknis dari Perda No 5 tahun 2010 tentang Bangunan Gedung di Kota Bandung.
"Sebenarnya sekarang tidak terjadi kekosongan hukum. Kita tetap lakukan pengawasan dan tindakan dan mengacu pada Perda No 5 tahun 2010," kata Tono saat dikonfirmasi, Minggu (29/11/2015).
Tindakan yang dilakukan Distarcip ketika menemukan pelanggaran, kata Tono, yaitu memanggil dan memberi himbauan kepada pengusaha untuk mengurus IMB. Pengusaha akan diberi waktu selama 21 hari sebelum tindakan penyegelan dilakukan.
"Kita beri waktu 21 hari. Kalau memang lewat, kita limpahkan ke Satpol PP dan mereka nanti yang mengeksekusi (segel). Kalau ada itikad baik, mereka (pengusaha) membuat perjanjian diatas segel dan pembangunan harus berhenti selama proses pengurusan IMB," kata Tono.
Menyoal Perwal, Tono menyatakan pemberian sanksi nantinya akan lebih tertata. Sanksi yang diberikan akan disesuaikan dengan progres pembangunan. Sedangkan sekarang, sanksi yang diberikan disamaratakan.
"Nanti mah sanksi itu proporsional, disesuaikan dengan progres pembangunan. Misalkan dia baru membangun 10 persen, tapi belum ada IMB. Nah kita sesuaikan sanksinya apa. Kalau sudah 20 persen, sanksinya apa. Begitu seterusnya. Apalagi kalau bangunan sudah tinggi tapi belum ada IMB, tentu harus lebih besar sanksinya," katanya.






SARAN & SOLUSI

'penyakit lama' yang 'diderita' Pemkot Bandung tak kunjung terobati. Pelanggaran demi pelanggaran masih tetap terjadi dan tak ada langkah konkret di lapangan yang bisa memberikan efek jera.
Khusus masalah perizinan, Ade menilai sistem online yang diterapkan saat ini belum berjalan baik. Sistem yang terbilang baru itu, belum bisa memangkas problem yang kerap terjadi.
"Saya kira Wali Kota perlu mengawal lebih dalam terhadap masalah perizinan ini. Lebih dalam artinya mereview atau menilai kinerja SKPD. Harus dilihat juga berapa sih sebenarnya pengajuan izin yang masuk dan bagaimana progresnya
Ade merasa miris ketika masalah-masalah yang terjadi selalu dikembalikan kepada Wali Kota. Padahal seharusnya, masalah itu bisa diselesaikan oleh SKPD terkait. "Wali Kota sebenarnya sudah menciptakan sistem dan berikan guiden yang baik dan cepat. Tapi ternyata tetap masih bermasalah.
Dalam hal pelanggaran IMB, Ade menegaskan, SKPD terkait haruslah melakukan tindakan tegas. Ketika menemukan pelanggaran, jika merujuk pada peraturan daerah, maka penegakan sanksi harus ditegakan.
"Sanksi bisa berbentuk sesuai perda. Kalau perda nyatakan pembongkaran, berarti harus (dilakukan) pembongkaran. Tapi kalau pembongkaran itu, sebenarnya sangat merugian bagi pengusaha. Harus dicari apa yang menyebabkan pelanggaran terjadi.


Nama : Raka Rahmandika
Npm   : 28314853
Kelas  : 3TB04