SALAH satu isu perlindungan anak kontemporer adalah isu penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif secara umum. Dalam catatan yang dihimpun sejauh ini, anak yang menjadi korban kejahatan narkoba masih menempati posisi teratas. Berdasar data empiris, total anak binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang pada April 2015 mencapai 184 orang. Dari jumlah tersebut, 84 anak terlibat narkotika, sementara 50 anak terlibat kasus kekerasan seksual dan sisanya kasus kejahatan lain.
Regulasi telah menempatkan anak yang terlibat penyalahgunaan narkotika masuk dalam perlindungan khusus. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengategorikan anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif dalam penanganan khusus. Makna khusus di sini meliputi pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi. Pendekatan penanganannya mengedepankan prinsip keadilan restoratif.
Paradigma itu tentu sesuai dengan semangat untuk merehabilitasi anak dari penyalahgunaan zat-zat terlarang. Dalam pasal 67 disebutkan, perlindungan khusus ini dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Kita harus memupuk cara pandang bahwa anak yang terlibat penyalahgunaan narkotika sebagai korban. Oleh sebab itu, perlakuan terhadap mereka adalah penegakan hukum yang tujuannya merehabilitasi dan memulihkan kondisi mereka seperti semula. Pada dasarnya, kejahatan narkotika yang melibatkan anak tidak sepenuhnya kesalahan mereka. Banyak faktor yang bisa menjelaskan penyebab anak bisa terlibat dalam kasus kejahatan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar